Thursday, July 2, 2015

SEJARAH DESA KARANGMALANG

Karangmalang adalah sebuah desa yang terletak di barat laut wilayah kota Kudus.
Desa ini termasuk dalam wilayah kecamatan Gebog, berbatasan dengan desa Peganjaran, Klumpit, Besito dan Bae. Desa ini terkenal sebagai desa priyayi dimana warga desanya sebagian besar berprofesi Guru dan pegawai pemerintahan, tetapi usaha konveksi, bordir dan batik juga berkembang pesat.
Desa Karangmalang di dirikan oleh Ki Ageng Seco Legowo, beliau
berasal dari Mataram, tepatnya wilayah Kesultanan Ngayogjokarto Hadiningrat. Beliau hidup pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono III. Beliau diberi kepercayaan sebagai Menteri Pertahanan ( Jogoreso). Tempat tinggal beliau yaitu di desa Karangmalang, Yogyakarta.Nama Karangmalang diberikan sesuai nama tempat asal beliau, untuk mengabadikan asal usul dan mengenang kampung halaman.
Pada tahun 1825-1830 salah seorang putra Sri Sultan Hamengkubuwono III dari istri selir, yaitu Pangeran Ontowiryo (Pangeran Diponegoro) melakukan perlawanan terhadap Belanda. Penyebab utama dari perlawanan beliau adalah karena Belanda membuat jalan yang melintasi makam leluhur pangeran Diponegoro tanpa seijinnya. Tonggak-tonggak yang dipancangkan belanda akhirnya dicabut oleh pangeran Diponegoro sehingga menimbulkan kemarahan Belanda. Sejak saat itu mulailah perang Diponegoro. Pasukan pangeran Diponegoro bergerilya sehingga membuat Belanda sulit menangkap beliau. Tetapi Belanda menggunakan akal licik untuk menundukkan pangeran Diponegoro yaitu dengan menangkap sanak saudaranya serta menyiksanya. Akhirnya Pangeran Diponegoro mau berunding dengan Belanda demi keluarganya tetapi Belanda ingkar janji, bukannya perundingan yang dilakukan tetapi penangkapan Pangeran Belanda yang terjadi. Pangeran Diponegoro dibawa ke Semarang dan diasingkan ke Manado, Sulawesi. Tahun 1844 dipindah ke Makasar, Sulawesi selatan dan wafat th 1855. Sementara itu Ki Ageng Seco Legowo melakukan tindakan penyelamatan diri bersama teman-temannya hijrah ke utara sampai ke hutan di lereng gunung Muria. Akhirnya beliau babat alas dan mendirikan sebuah desa yang dinamakan sesuai nama tempat kelahiran beliau yaitu “Karangmalang”.
Ki Ageng Seco Legowo, mempunyai seorang istri dan seorang anak laki laki bernama Seco Rejo. Seco Rejo mempunyai 2 istri bernama Aril dan Sarinah. Seco Rejo mempunyai 2 anak laki-laki yaitu : 1) Wiro Joyo; 2) Ranu Joyo. Ranu Joyo bermukim di desa Bacin sedangkan Wiro Joyo bermukim di Karangmalang. Wiro Joyo mempunyai 9 anak yaitu : Kromo Joyo; Hj. Kholifah; Karidin (H.Sukur); Moro Joyo sadin; Rono Besar; Bagas; Wakibah; Jasirah; Singo Saryo (Pelal). Ranu Joyo mempunyai 11 anak yaitu: Joyo Leksono; Kerto Leksono; Prakto Wijoyo; Tro Wijoyo; Joyo Wongso; Wiro Rejo; Cokro Rejo; Sawijah; Satijah; Katijah; Sendang. Pada akhirnya anak ke 6 dari Ranu Joyo yaitu Wiro Rejo menikah dengan anak ke 2 dari Wiro Joyo yaitu Hj. Khlolifah. Dari pasangan ini lahirlah 8 anak yaitu: Ngasirah (bermukim di Ngetuk, Nalumsari,Jepara); Sanipah (bermukim di desa Blender, Kudus); H.Khasan (bermukim di dukuh Kemasan ,Karangmalang,Kudus); Koti’ah (bermukim di Besito, Kudus); Danoewarso (bermukim di Karangmalang); H. Khusin (bermukim di Karangmalang); Welas (bermukim di Karangmalang); Pasmirah (bermukim di Karangmalang).
Punden Kyai Kramat adalah makam peninggalan Ki Ageng Seco Legowo yang didirikan di tanah milik beliau yang akhirnya diwariskan kepada Danoewarso anak ke 5 dari Hajjah Kholifah dan Wiro Rejo, yang mendapat mandat untuk merawat dan melestarikannya. Danoewarso mempunyai 4 orang istri, yaitu Karjiyem; Sasri; Kasri dan Paniyah. Dari Karjiyem mempunyai anak 8 orang yaitu: Rumisih; Soekarni; Soeripah; Soebari; Soeminah; Kasinu; Kardono dan Karmito. Dari Sasri (blasteran Nepal dan Jawa) diperoleh 8 anak yaitu: Ramelan; Soewarto; Soepardi; Soekarso; Soekarsi(Munajad); Rumidah; Soekarno dan Joerawi. Dari Kasri diperoleh 3 anak yaitu: Sudar; Kartono dan Sukinah.
Dari Paniyah diperoleh 1 anak yaitu Kusnin. Ke 4 istri Danoewarso dibuatkan rumah sendiri dan hidup damai bersama anak-anaknya di desa Karangmalang. Pada saat menjelang akhir hidupnya Danoewarso berpesan kepada Soekarno yaitu anak ke 7 dari istri Sasri, beliau berpesan bahwa Punden diwariskan kepada Soekarno untuk dijaga, dirawat dan dilestarikan sampai akhir jaman. Pewarisan punden ini tidak sekedar kata-kata tetapi ada hitam di atas putih berupa tulisan tangan asli beliau. Oleh Soekarno cerita turun temurun ini diceritakan kepada anak-anaknya, sanak saudara keturunan Ki Ageng Seco Legowo dan ditulis serta diarsipkan oleh anak-anak Soekarno.
Amanat besar dari Ki Ageng Seco Legowo kepada semua anak turunnya agar menjaga, merawat dan melestarikan warisan sejarah beliau jangan sampai ada orang yang menyalahgunakan Punden Kyai Kramat untuk hal-hal yang tidak sesuai norma agama dan tatanan sosial budaya bangsa Indonesia atau memutarbalikkan fakta sejarah demi kepentingan yang tidak baik.
Soekarno tetap melestarikan acara kirim doa dan “Buka Luwur” (mengganti kain penutup makam) Keluarga Ki Ageng Seco Legowo pada malam 11 Syura beserta warga masyarakat desa Karangmalang di Punden Kyai Kramat. Meskipun Soekarno akhirnya
wafat pada 27 Maret 2011 dan istrinya (Sulistyowati) wafat juga 3 bulan kemudian pada 21 Juni 2011, acara kirim doa dan Buka Luwur pada tanggal 11 Syura tetap dilaksanakan sampai sekarang. Soekarno mempunyai 4 orang anak yaitu: Sri Yuni Karnawati; Dwi Retnosari; Priyoko dan Nina Kumalasari, yang komitmen dengan amanat besar menjaga, merawat dan melestarikan warisan sejarah Ki Ageng Seco Legowo juga Punden Kyai Kramat.
Anak turun Ki Ageng Seco Legowo tersebar di Ngetuk, Nggemiring, Blender, Kemasan, Besito, Karangmalang, Bacin, Batu Malang (jawa Timur), Kesambi, Pedak, Bumiayu, dan beberapa tempat lain, semoga semua dalam lindungan ALLAH SWT.
Ditulis oleh pelaku sejarah berdasarkan cerita turun temurun dan fakta.

 dikutip dr FB: Ki Ageng Seco Legowo

No comments:

Post a Comment